Feeds:
Posts
Comments

Archive for October 19th, 2008

Toko Mochi Nakatanido

Setelah menghabiskan waktu beberapa saat di Nara Park, kami berjalan menyusuri Kota Nara dan melewati Toko kue mochi Nakatanido. Ketika kami melintas, di sekitar toko ini telah ramai oleh kerumunan orang yang tengah menyaksikan proses pembuatan kue mochi yang begitu atraktif. Secara bergantian, para pegawai toko bergotong royong membuat kue mochi yang dibuat dengan bahan dasar dari tepung beras.

Tampaknya ini adalah toko mochi yang terkenal di Kota Nara. Terlihat dari kerumunan orang dan para jurnalis yang sibuk meliput proses pembuatan kue mochi di toko ini. Begitu selesai, kue mochi yang baru dibikin langsung habis diborong oleh orang-orang yang membeli kue dengan antusias. Selain rasanya yang enak, tampaknya banyak orang yang tertarik untuk membeli karena ikut melihat proses pembuatan kue secara langsung.

Barangkali ini yang disebut sebagai ekonomi pengalaman atau experience economy. Toko kue Nakatanido tidak hanya sekedar menjual kue mochi, tetapi lebih dari itu juga menawarkan pengalaman yang pastinya membekas di benak orang-orang yang berkunjung ke toko ini. Hal ini setidaknya menjadi sebuah nilai tambah yang memperkaya pengalaman masyarakat yang kebetulan berkunjung ke Kota Nara. Selain itu, toko ini juga memperkaya karakter Kota Nara yang merupakan salah satu pusat bagi tujuan wisata spiritual dan budaya yang terkenal di Jepang.

Read Full Post »

Taman Kota di Nara

Tidak terlalu jauh dari Kuil Todaiji, terdapat sebuah taman kota yang sangat luas. Dikenal dengan nama Nara Park, taman ini merupakan sebuah lapangan terbuka yang terletak di kaki Gunung Wakakusa. Disekeliling Nara Park, kita bisa menikmati teduhnya pepohonan yang rindang. Ketika saya datang ke taman ini, sekelompok anak muda dari Osaka tengah menyelenggarakan sebuah festival musik yang menampilkan pertunjukan beberapa kelompok band yang rata-rata terdiri dari para pemain yang masih berstatus mahasiswa.

Di taman ini, kawanan kijang dibiarkan hidup bebas. Berbaur dengan masyarakat yang datang untuk menikmati waktu luang mereka. Barangkali inilah fungsi dari sebuah taman kota. Sebuah ruang terbuka hijau yang juga berfungsi sebagai ruang sosial dan budaya, selain sebagai ruang konservasi lingkungan dan hewan-hewan liar. Sungguh beruntung benar warga kota Nara memiliki taman ini. Menurut saya, keberadaan taman ini juga ikut meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat karena memiliki sebuah ruang terbuka hijau yang memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi dan berekspresi secara bebas.

Di Indonesia, hanya sedikit kota yang memiliki ruang terbuka hijau seperti Nara Park. Kalaupun ada, tidak semua bisa diakses oleh publik secara terbuka. Yang paling terkenal mungkin Kebun Raya Bogor yang memiliki koleksi tanaman tropis yang luasnya kurang lebih 80 hektar dan memiliki kurang lebih 15.000 jenis pohon dan tumbuhan. Di Bandung ada Taman Hutan Raya Juanda (THR Juanda) yang terletak di daerah Dago Pakar. Selain itu ada juga Taman Kota Babakan Siliwangi yang sekarang tengah menjadi sumber polemik karena konon akan dipugar menjadi kompleks restoran. Suatu saat, barangkali pemerintah di Indonesia perlu untuk memikirkan fasilitas untuk warga berupa taman kota yang teduh seperti di Nara.

Read Full Post »

Read Full Post »

Beberapa hari setelah tiba di Osaka, saya menghubungi Shoko Nakata untuk mengumpulkan beberapa informasi yang saya perlukan selama tinggal di Osaka. Shoko adalah mahasiswa yang pernah tinggal di Common Room selama satu tahun ketika masih menjadi mahasiswa di Universitas Tenri. Selama tinggal di Bandung, ia belajar di Universitas Padjadjaran untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Rupanya Shoko tinggal di kota Nara yang terletak tidak terlalu jauh dari Osaka. Jarak kota Nara dengan Shijonawate sekitar 30 menit dengan menggunakan mobil, sehingga kami bisa bertemu dengan mudah.

Sesuai dengan rencana, pada hari Minggu saya dijemput untuk berkunjung ke kota Nara. Kami kemudian berangkat ke kota Nara bersama dengan Roni, satu orang teman yang telah bekerja di Jepang selama kurang lebih 3 tahun. Selama di perjalanan, ia banyak menceritakan pengalamannya selama bekerja di Jepang. Menurutnya ada banyak pekerja Indonesia yang bekerja di Jepang secara ilegal. Kebanyakan adalah para perantau yang ingin mengadu nasib di Jepang. Walaupun tidak semua mendapatkan pekerjaan yang layak, sebagian dari mereka merasa situasinya relatif lebih baik dibandingkan dengan situasi di Indonesia. Sebagian diantara mereka konon mendapatkan pekerjaan melalui jaringan Yakuza, semacam kelompok mafia yang memiliki jaringan yang cukup luas di beberapa kota di Jepang.

Begitu sampai kota Nara, kami langsung menuju ke Suzaku Gate, yang dulunya merupakan pintu gerbang utama untuk masuk ke kota ini. Menurut beberapa informasi, Kota Nara adalah salah satu kota Kerajaan Jepang yang tertua sebelum kemudian dipindahkan ke Kyoto dan Tokyo. Kota ini dibangun sekitar 1300 tahun yang lalu di bawah kekuasaan Ratu Gemmei, yang menandai dimulainya periode Nara dalam perkembangan sejarah Kerajaan Jepang. Sementara itu, Suzaku Gate merupakan gerbang utama kota Nara yang saat ini merupakan salah satu situs bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO. Ketika kami tiba, sekelompok turis tengah mengamati situasi sambil mendengarkan beberapa penjelasan dari petugas yang ada di sini. Gerbang ini tampak megah dan sepertinya masih dalam proses pemugaran. Konon kabarnya di sekitar lokasi Suzaku Gate, ada banyak ditemukan berbagai artifak peninggalan kuno kota Nara.

Setelah berkunjung ke Suzaku Gate, Shoko kemudian mengajak saya untuk mengunjungi Kuil Todaiji yang juga merupakan sebuah situs bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO. Kuil ini merupakan salah satu pusat tujuan para wisatawan yang berkunjung ke Nara. Di sekitar Kuil Todaiji, ada beberapa kuil dan situs peribadatan agama Buddha, yang juga dipenuhi oleh sekawanan rusa yang dibiarkan untuk berkeliaran secara bebas. Kelihatannya para wisatawan yang berkunjung ke tempat ini memiliki tujuan yang sangat beragam. Ada sekelompok wisatawan yang datang untuk berdoa dan melakukan ritual peribadatan, sementara itu ada juga yang hanya datang untuk menikmati pemandangan di sekitar kuil ini. Namun begitu, keberadaan kuil ini tampaknya sangat penting bagi kota Nara. Berbagai kesibukan yang ada di sekitar kuil ini bukan saja memberikan makna spiritual bagi kota Nara, tetapi juga memberikan kontribusi ekonomi bagi wisata spiritual, sejarah dan peninggalan budaya, serta seni maupun arsitektur tradisional.

Read Full Post »