Selepas menyusuri kota Tokyo untuk mengunjungi beberapa tempat dan bertemu dengan beberapa seniman, kurator, serta peneliti, saya kembali ke hotel untuk beristirahat sejenak. Rencananya malam ini saya akan mengunjungi Chikara Matsumoto, seorang seniman animasi yang sempat berkunjung ke Common Room sekitar awal tahun yang lalu terkait dengan pelaksanaan KITA!! Japanese Artists Meet Indonesia yang berlangsung sejak tanggal 9 April s/d 18 Mei 2008 di kota Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Ketika datang ke Bandung, Chikara menetap di Common Room selama hampir tiga minggu untuk mempersiapkan pameran dan workshop di Selasar Sunaryo Artspace. Hari ini rencananya saya akan berkunjung ke rumah Chikara bersama-sama dengan Keiko Suzuki yang juga sempat terlibat dalam pelaksanaan kegiatan KITA!! Japanese Artists Meet Indonesia di Bandung dan Yogyakarta.
Tak berapa lama Keiko datang dan kami kemudian bergegas menuju ke rumah Chikara dengan menggunakan kereta api. Tak sampai setengah jam saya sudah sampai di rumah Chikara yang terletak di pinggiran kota Tokyo. Ketika sampai di rumahnya, impresi pertama yang saya dapati adalah suasana rumahnya yang nyaris seperti gudang toko kelontong yang berisi berbagai macam barang yang tersebar hampir di setiap sudut ruangan. Rupa-rupanya Chikara tinggal bersama dengan ibunya yang bernama Yukiko Matsumoto, seorang desainer topi yang memiliki studio di lantai dua rumah mereka. Ia menghabiskan sebagian masa kecilnya di rumah ini. Semula rumah ini dimiliki oleh kakeknya sebelum kemudian menjadi rumah tinggal bagi Chikara dan ibunya. Secara garis besar, rumah ini terbagi menjadi tiga lantai dengan tiga fungsi yang berbeda. Chikara memanfaatkan lantai satu sebagai studio tempat dia bekerja. Sementara itu di lantai dua terdapat studio kecil milik Ibunya yang bersebelahan dengan dapur. Sementara itu, lantai tiga dimanfaatkan sebagai kamar tidur tempat mereka berdua bersitirahat.
Ketika datang, Chikara telah menyiapkan makan malam untuk kami. Rupa-rupanya dia memasak kari Jepang untuk kami. Segera setelah semua siap, kami pun bersantap malam sambil ditemani dengan sake yang terbuat dari buah plum. Sungguh sebuah perpaduan yang nikmat. Sesekali, makan malam kami diisi dengan perbincangan yang hangat mengenai Jepang, Indonesia, kain batik, kehidupan sehari-hari dan pekerjaan Yukiko sebagai seorang desainer topi. Sebagai seorang ibu, tampaknya Yukiko Matsumoto sangat menyayangi dan bangga terhadap anaknya. Hubungan mereka berdua lebih mirip seperti dua orang seniman yang bersahabat dengan erat ketimbang ibu dan anak. Mereka adalah keluarga yang lucu.
Chikara kemudian memperlihatkan karya animasinya yang terbaru. Sampai saat ini, saya masih sering terheran-heran dengan proses pembuatan animasi Chikara yang terkesan low-tech dan sangat primitif. Namun begitu, karyanya tetap menghasilkan sensasi visual yang kuat walaupun wujudnya sangat sederhana. Sekilas ia menjelaskan teknik dan proses pembuatan animasi yang telah ia kembangkan sejak tahun 1993, beberapa tahun setelah ia lulus kuliah desain grafis di Tama Art University, Tokyo. Karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh imaji populer dan estetika kitsch semisal manga ataupun anime. Sejak tahun 2001, Chikara juga kerap berkolaborasi dengan kelompok musik elektronik Organ-O_Rounge. Beberapa tahun yang lalu, sebelum memutuskan untuk bekerja sebagai seniman animasi, Chikara juga sempat bekerja untuk sebuah biro arsitektur untuk sementara waktu.
Malam itu kami berbincang-bincang sampai lupa waktu sehingga Keiko hampir ketinggalan kereta terakhir untuk pulang ke rumahnya. Beruntung kami masih bisa bergegas mengantar Keiko ke stasion kereta di daerah Shibuya dengan menggunakan mobil milik Chikara. Sebelum pulang kembali ke hotel, Chikara sempat memperlihatkan karya muralnya di daerah Roppongi. Karya ini adalah proyek yang dikembangkan oleh pemerintah kota Tokyo untuk merevitalisasi ruang-ruang kota yang terbengkalai dengan membuat karya seni di ruang publik. Tampaknya proyek ini telah berhasil merubah karakter daerah yang semula tidak aman menjadi lebih ramah sehingga dapat digunakan secara leluasa oleh masyarakat, terutama di malam hari. Tak berapa lama di daerah Roppongi, Chikara kemudian mengantarkan saya kembali ke hotel untuk beristirahat. Minggu depan rencananya saya akan berangkat ke Osaka dan kembali ke Tokyo pada akhir bulan November. Kami kemudian berjanji untuk bertemu kembali sebelum saya pulang ke Indonesia.